Some Things You Need to Know About Chlamydia

 

 

Penulis: Nasywa Aqilla, Peer Educator Trainer 2021

Hello, SCORANGERS & SCORANGELS!

Apakah kalian pernah menonton salah satu series keluaran Netflix yang berjudul “Sex Education”? Jika belum, jangan lupa ditonton ya! Jika sudah, pasti kalian tidak asing lagi dengan wabah infeksi menular seksual yang sempat melanda hampir seluruh siswa SMA Moordale. Yup, infeksi menular seksual (IMS) tersebut adalah Chlamydia. 

Kalau begitu, apa itu Chlamydia?
Chlamydia adalah salah satu infeksi menular seksual yang bisa menyerang baik pada pria maupun wanita dan berasal dari bakteri Chlamydia trachomatis. Pada series “Sex Education”, banyak siswa yang menggunakan masker karena takut terkena Chlamydia lewat udara yang dihirup. Mereka menganggap bahwa Chlamydia ditularkan lewat udara. Namun, faktanya, penyakit ini ditransmisikan dengan kontak langsung terhadap jaringan yang terinfeksi dengan Chlamydia, terutama melalui kontak seksual secara vaginal, anal, ataupun oral. Chlamydia juga dapat ditransmisikan dari ibu kepada janinnya pada saat persalinan. 

Apa saja sih, gejala dari Chlamydia? 
Kebanyakan orang yang menderita Chlamydia tidak merasakan gejala apapun. Hanya sekitar 10% pria dan 5-30% wanita yang mengalami gejala. Gejala tersebut bergantung pada lokasi dari infeksi Chlamydia tersebut. Namun, secara umum, gejala yang dapat dirasakan diantaranya adalah:

  • Nyeri saat berkemih.
  • Keluarnya sekret atau cairan dari vagina, penis, atau dubur.
  • Nyeri pada abdomen, keluarnya darah saat berhubungan seksual dan saat tidak terjadi menstruasi (pada wanita). 
  • Nyeri pada buah zakar (pada pria).

Setelah mengalami gejala diatas, diharapkan untuk segera memeriksakan diri ke dokter agar segera diberikan penanganan khusus. Apabila dibiarkan begitu saja, akan terjadi berbagai komplikasi seperti infertilitas, radang pada saluran sperma, kehamilan diluar rahim, dan pelvic inflammatory disease (PID).

Apakah Chlamydia bisa disembuhkan?

Tenang saja, Chlamydia dapat disembuhkan, kok! Chlamydia dapat diobati dengan konsumsi antibiotik sesuai dengan saran dokter. Dapat diingat bahwa selama pengobatan, pasien diwajibkan untuk tidak melakukan hubungan seksual terlebih dahulu. Hal ini dilakukan agar mencegah penularan infeksi kepada pasangan. Apabila gejala masih berlanjut, pasien disarankan untuk kembali ke dokter agar dilakukan observasi lebih lanjut. 

Bagaimana, sih, cara menghindari infeksi Chlamydia? 

Nah, ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menghindari infeksi Chlamydia nih!

  1. Menggunakan kondom saat melakukan hubungan seksual. 
  2. Setia kepada pasangan. 
  3. Melakukan screening secara berkala apabila memiliki faktor resiko seperti aktif secara seksual atau suka berganti – ganti pasangan.

 

Sekian mengenai Chlamydia, semoga kita semua sehat selalu, ya!  

 

References:

  1. Mohseni, M., Sung, S. and Takov, V., 2021. Chlamydia. [online] Ncbi.nlm.nih.gov. Available at: <https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK537286/> [Accessed 27 September 2021].
  2. Cdc.gov. 2021. Detailed STD Facts – Chlamydia. [online] Available at: <https://www.cdc.gov/std/chlamydia/stdfact-chlamydia-detailed.htm> [Accessed 27 September 2021].
  3. nhs.uk. 2021. Chlamydia. [online] Available at: <https://www.nhs.uk/conditions/chlamydia/> [Accessed 27 September 2021].

Di Indonesia, kanker serviks menjadi penyakit kanker pada wanita dengan jumlah penderita terbesar setelah kanker payudara. Pada tahun 2018, diperkirakan 570.000 wanita didiagnosis menderita kanker serviks di seluruh dunia dan sekitar 311.000 wanita meninggal karena penyakit tersebut. Berdasarkan data Kemkes tahun 2019, di Indonesia kanker serviks didapatkan pada 23,4 per 100.000 penduduk, dengan rata-rata kematian 13,9 per 100.000 penduduk. Kanker serviks adalah kanker yang ditemukan di mulut rahim, yaitu bagian antara vagina dan rahim. Hampir semua kasus kanker serviks (99%) terkait dengan infeksi human papillomavirus (HPV) risiko tinggi, virus yang sangat umum ditularkan melalui kontak seksual. Saat terpapar HPV, sistem kekebalan tubuh biasanya mencegah virus melakukan kerusakan. Namun, pada sebagian kecil orang, virus bertahan selama bertahun-tahun, berkontribusi pada proses yang menyebabkan beberapa sel serviks menjadi sel kanker.  

Penyakit ini bisa dicegah dengan melakukan tes skrining yaitu dengan pemeriksaan serviks, yang bertujuan untuk menemukan dan mengobati perubahan pada sel sebelum berubah menjadi kanker. Kanker serviks biasanya tumbuh sangat lambat, sehingga bila dilakukan skrining yang teratur penyakit ini bisa dicegah. Diawali dengan perubahan serviks normal menjadi lesi prakanker, Lesi prakanker pada serviks adalah perubahan pada sel serviks yang membuatnya lebih mungkin berkembang menjadi kanker.

 Pendekatan pencegahan primer (dengan vaksinasi HPV) dan pencegahan sekunder yang efektif (penyaringan/tes skrining dan pengobatan lesi prakanker) adalah bagian dari upada pencegahan kanker serviks. Di Indonesia, prevalensi dan determinan dari lesi prakanker serviks di kalangan wanita membantu untuk mengambil tindakan seperti program vaksinasi pada anak usia 12-13 tahun, meningkatkan cakupan skrining bagi semua wanita antara usia 25 dan 65 tahun, dan manajemen yang ketat dan tindak lanjut yang dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh kanker serviksIni membantu melindungi terhadap semua kanker yang disebabkan oleh HPV, serta kutil kelamin. Skrining serviks secara teratur adalah perlindungan terbaik terhadap kanker serviks. Wanita berusia 25-65 tahun dan memiliki serviks serta pernah aktif secara seksual memerlukan tes skrining serviks. Skrining kanker serviks dengan tes HPV saja atau tes HPV sekaligus Pap smear dapat dilakukan setiap 5 tahun sekali, atau tes Pap smear (sitologi) setiap 3 tahun sekali. Pada usia di atas 65 tahun dengan hasil skrining sebelumnya normal tidak perlu lagi melakukan tes skrining.

Referensi:

– The American College of Obstetrician ang Gynecologist Update Cervical Cancer Screening Guideline 2021
– WHO Guideline for screening and treatment of cervical pre cancer lesions for cervical cancer prevention 2021

Artikel dibuat oleh: dr. Hartatiek Nila Karmila, Sp.OG

SHARE

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on email

READ ALSO