Penulis:
Nafisya Maharani Anvi (HRD Team SCORA CIMSA Indonesia)
Atshyfa Zsazsa Dira (PETRA SCORA CIMSA-BEM KM FK Unand)
Taylor Swift, seorang artis dan penulis lagu terkenal, baru baru ini merilis sebuah short movie berjudul All Too Well. Film yang baru dirilis pada 12 November 2021 tersebut sukses menarik perhatian banyak orang dan telah ditonton lebih dari 57 juta kali di kanal YouTube. Yang bikin menarik, orang-orang lantas menyoroti film All Too Well karena banyak yang menemukan sejumlah red flag pertanda toxic relationship, khususnya gaslighting, dalam hubungan yang diperankan oleh Saddie Sink dan Dylan O’Brien tersebut.
Wait, lalu Gaslighting itu apa sih?
Gaslighting adalah salah satu bentuk manipulasi yang terjadi dalam sebuah hubungan yang tidak sehat atau abusive relationship. Dikutip dari Berkeley Science Review, disebutkan bahwa gaslighting adalah jenis kekerasan emosional yang bisa dibilang berbahaya, dan terkadang terselubung, dimana pelaku membuat target mempertanyakan penilaian dan kenyataan mereka. Akhirnya, korban gaslighting mulai tidak percaya dengan dirinya sendiri.
Istilah gaslighting berasal dari drama tahun 1938 dan film “Gaslight” tahun 1944, dimana seorang suami memanipulasi istrinya agar mengira istrinya memiliki penyakit mental dengan meredupkan lampu berbahan bakar gas dan mengatakan kepadanya bahwa dia sedang berhalusinasi.
Kenapa bisa terjadi gaslighting?
- Pelaku gaslighting percaya bahwa itu adalah satu-satunya tindakan untuk mempertahankan sebuah hubungan.
- Gaslighter merasa lebih baik saat mengontrol orang lain.
- Pelaku gaslighting menikmati tindakan mengontrol dan berkuasa atas orang lain.
- Beberapa pelaku gaslighting juga kerap menderita personality disorders, seperti Narcissistic Personality Disorder (NPD).
Menurut National Domestic Violence Hotline, teknik yang dapat digunakan seseorang untuk melakukan gaslighting meliputi:
- Countering: Ini menggambarkan seseorang yang mempertanyakan ingatan seseorang. Pelaku gaslighting, atau disebut juga gaslighter, mungkin mengatakan hal-hal seperti, “Kamu nggak pernah inget sesuatu secara akurat.” atau “Kamu yakin? Ingatanmu buruk.”
- Withholding: Gaslighter mungkin berpura-pura tidak memahami seseorang sehingga mereka merasa tidak perlu menanggapi perkataan orang tersebut. Misalnya, mereka mungkin berkata, “Aku nggak tahu apa yang kamu bicarakan!” atau “Kamu hanya mencoba membingungkanku.”
- Trivializing: Ini terjadi ketika seseorang meremehkan atau mengabaikan perasaan orang lain. Mereka mungkin menuduh seseorang terlalu sensitif atau bereaksi berlebihan ketika orang tersebut memiliki kekhawatiran dan perasaan yang valid.
- Denial: Penolakan melibatkan seseorang yang berpura-pura melupakan peristiwa atau bagaimana peristiwa itu terjadi. Mereka mungkin menyangkal telah mengatakan atau melakukan sesuatu atau menuduh seseorang mengada-ada.
- Diverting: Dengan teknik ini, gaslighter akan mengubah fokus diskusi dan mempertanyakan kredibilitas orang lain. Misalnya, mereka mungkin berkata, “Itu hanya ide gila yang kamu dapatkan dari teman-teman kamu.”
- Stereotype : Sebuah artikel di American Sociological Review menyatakan bahwa seseorang yang menggunakan teknik gaslighting dapat dengan sengaja menggunakan stereotip negatif tentang jenis kelamin, ras, etnis, seksualitas, kebangsaan, atau usia seseorang untuk memanipulasinya. Misalnya, mereka mungkin memberi tahu seorang wanita bahwa orang akan berpikir dia tidak rasional atau gila jika dia mencari bantuan untuk pelecehan.
Nah, sebenarnya ciri-ciri gaslighting itu gimana sih?
Korban gaslighting seringkali terlambat menyadari bahwa dirinya sedang mengalami hal tersebut, salah satu alasannya yaitu karena mereka memiliki empati yang begitu tinggi sehingga mereka mempercayai gaslighter begitu saja. Dilansir dari Verywell Mind, ada beberapa ciri-ciri tindakan bahwa seseorang melakukan gaslighting terhadap orang lain, yaitu:
1. Selalu Berbohong
Pelaku akan berbohong secara terang-terangan dan tidak akan pernah mundur atau mengubah cerita mereka, bahkan ketika dibeberkan bukti kebohongannya. Pada akhirnya, seseorang yang menjadi korban mulai kebingungan dan mempertanyakan kebenaran yang sesungguhnya.
2. Mendiskreditkan Seseorang
Pelaku dapat berpura-pura mengkhawatirkan seseorang atau mengarang cerita, sambil secara halus memberi tahu orang lain bahwa orang yang sedang dibicarakan tersebut tidak stabil secara emosional. Korbannya mungkin tidak pernah mengatakan atau berbuat hal buruk seperti cerita si pelaku, tapi pelaku gaslighting akan berusaha semaksimal mungkin untuk menggiring orang lain di sekitarnya menjadi percaya.
3. Mengesampingkan Pikiran dan Perasaan Seseorang
Meremehkan emosi korban memungkinkan pelaku gaslighting dapat menguasai korban. Mereka mungkin akan membuat pernyataan yang mengesampingkan perasaan seseorang, misalnya, “Masa gitu doang baper!”. Pernyataan sejenis ini, mempertanyakan dan mengesampingkan perasaan atau pikiran korban dengan memberikan sinyal bahwa korban bertindak salah.
4. Mengalihkan Kesalahan
Setiap diskusi yang dilakukan, entah bagaimana caranya pelaku akan memelintir kesalahan ke pihak korban. Bahkan, ketika korban mencoba mendiskusikan bagaimana perilaku-perilaku pelaku telah memengaruhi perasaannya, mereka dapat mengubah percakapan dan akhirnya menyalahkan korban tersebut.
5. Menyangkal Tindakan Salah
Pelaku kekerasan biasanya terkenal karena sering menyangkal bahwa mereka melakukan kesalahan. Para pelaku melakukan hal ini untuk menghindari tanggung jawab atas pilihan buruk yang telah mereka lakukan. Namun, tindakan ini juga membuat korban gaslighting bingung dan frustasi karena tidak ada pengakuan atas rasa sakit yang mereka rasakan.
6. Menggunakan Rayuan sebagai Senjata
Kadang-kadang ketika dikonfrontasi atau ditanya, seorang gaslighter akan menggunakan kata-kata yang baik dan penuh kasih untuk mencoba memuluskan situasi.
7. Memutar Balikan Fakta
Pelaku biasanya menggunakan taktik ini saat korban mendiskusikan sesuatu yang terjadi di masa lalu. Pelaku akan memutarbalikkan fakta yang terjadi. Ketika cerita dan kenangan ini terus-menerus diceritakan kembali menurut versi pelaku untuk kepentingannya sendiri, korban lama-kelamaan mulai meragukan ingatannya tentang apa yang terjadi.
8. Biasanya Menyasar Orang Lemah
Dikutip dari Psychology Today, tujuan pelaku gaslighting adalah untuk membuat korban terus-menerus mempertanyakan segalanya. Sedangkan kecenderungan alami manusia adalah melihat dan mencari orang atau entitas yang akan membantu mereka merasa lebih stabil. Hal inilah yang diincar oleh pelaku gaslighting.
Lalu di kehidupan sehari-hari, bagaimana contoh perilaku gaslighting sendiri?
- Pasangan Intim
Pasangan yang abusive dapat menuduh seseorang tidak rasional atau gila untuk mengisolasi mereka, merusak kepercayaan diri mereka, dan membuat mereka lebih mudah dikendalikan. Misalnya, mereka mungkin terus-menerus memberitahu seseorang bahwa mereka pelupa sampai orang tersebut mulai percaya bahwa itu benar.
- Anak & Pengasuh
Pengasuh yang abusive dapat menggunakan gaslighting untuk mempermalukan atau mengendalikan anak-anak. Mereka mungkin menuduh mereka terlalu sensitif untuk meremehkan perasaan mereka atau salah mengingat peristiwa ketika mereka masih muda.
- Medical gaslighting
Menurut CPTSD Foundation, medical gaslighting terjadi ketika seorang dokter atau profesional medis mengabaikan atau meremehkan masalah kesehatan seseorang berdasarkan asumsi bahwa mereka sakit jiwa. Mereka mungkin memberi tahu orang itu bahwa gejala mereka “Hanya ada di kepala mereka.”.
- Racial gaslighting
Menurut sebuah artikel di Politics, Group, and Identities, racial gaslighting terjadi ketika orang menerapkan teknik gaslighting kepada sekelompok orang berdasarkan ras atau etnis. Misalnya, seseorang mungkin menyangkal bahwa kelompok tertentu mengalami diskriminasi meskipun ada bukti yang mengatakan sebaliknya, atau mereka mungkin mengkritik aktivis hak-hak sipil karena terlalu emosional untuk melemahkan pesan mereka.
- Political gaslighting
Political gaslighting terjadi ketika seorang tokoh atau kelompok politik menggunakan kebohongan, penyangkalan, atau memanipulasi informasi untuk mengendalikan orang. Contohnya termasuk meremehkan atau menyembunyikan hal-hal yang telah dilakukan oleh pemerintahan mereka, mendiskreditkan lawan politik berdasarkan ketidakstabilan mental, atau menggunakan kontroversi untuk mengalihkan perhatian dari peristiwa penting.
- Institutional gaslighting
Menurut sebuah artikel di Journal of Perinatal & Neonatal Nursing, lampu gas institusional dapat terjadi di perusahaan atau organisasi. Organisasi dapat menyangkal atau menyembunyikan informasi, berbohong kepada karyawan tentang hak-hak mereka, atau menggambarkan pelapor yang mengungkap masalah dalam organisasi sebagai tidak kompeten atau sakit jiwa.
Jika kita yang mengalami Gaslighting, apa yang harus kita lakukan?
Gaslighting memiliki dampak signifikan pada kesehatan mental, jadi korban gaslighting perlu diberikan atensi dan perhatian. Kita dapat mengumpulkan bukti untuk mengingatkan korban gaslighting bahwa mereka tidak sedang berimajinasi. Bukti ini juga dapat berguna di kemudian hari jika orang tersebut memutuskan untuk menempuh jalur hukum pelaku gaslighting.
Beberapa cara untuk mengumpulkan bukti yaitu:
- Menyimpan diary rahasia: Ini memungkinkan seseorang untuk melacak peristiwa, termasuk tanggal, waktu, dan detail dari apa yang terjadi.
- Berbicara dengan anggota keluarga, teman, atau konselor tepercaya: Ini dapat membantu seseorang mendapatkan perspektif luar tentang situasi tersebut dan untuk membuat catatan informasi tambahan eksternal.
- Mengambil gambar: Ini juga dapat membantu seseorang “memeriksa fakta” ingatan mereka dan mengingatkan diri mereka sendiri bahwa mereka tidak sedang berimajinasi.
- Menyimpan memo suara: Menggunakan ponsel atau perangkat untuk menggambarkan peristiwa adalah cara cepat bagi seseorang untuk merekam sesuatu yang baru saja terjadi dengan kata-kata mereka sendiri.
Sangat penting bagi seseorang yang tinggal dengan orang yang kasar untuk memastikan bukti apapun yang mereka kumpulkan bersifat pribadi dan mereka dapat menghapus riwayat pencarian mereka setelah mencari informasi tentang gaslighting atau penyalahgunaan. Korban gaslighting dapat:
- Menyimpan bukti di lokasi tersembunyi
- Membeli telepon kedua atau perekam suara murah
- Menjaga gadget mereka tetap terkunci
- Mengirim catatan ke individu tepercaya sehingga seseorang dapat menghapus salinan pribadi
Orang juga dapat membuat rencana keamanan, yang mencakup cara untuk melindungi diri mereka dari kekerasan fisik dan emosional sebelum, selama, dan setelah meninggalkan hubungan atau situasi. Rencana keselamatan dapat mencakup :
- Tempat aman dan titik pelarian.
- Detail kontak orang yang dapat dihubungi untuk meminta bantuan.
- Mencari aktivitas positif sebagai coping mechanism untuk korban gaslighting.
- Rencana untuk meninggalkan situasi tersebut dengan aman.
Menurut serangkaian rekomendasi oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), dalam hubungan rumah tangga, tindakan pelecehan emosional, seperti gaslighting, cenderung terjadi bersamaan dengan jenis pelecehan lainnya.
Seiring waktu, gaslighting dapat meningkat menjadi kekerasan fisik. Siapa pun yang percaya bahwa mereka mengalami pelecehan dari pasangan atau anggota keluarga harus mencari dukungan. Seseorang dapat menghubungi organisasi kekerasan dalam rumah tangga untuk mendapatkan nasihat dan bantuan dalam membuat rencana keselamatan. Untuk dampak kesehatan mental dari gaslighting, seseorang mungkin merasa terbantu untuk berbicara secara rahasia dengan terapis yang memiliki pengalaman membantu orang dalam hubungan yang kasar.
Di Indonesia sendiri, apabila terjadi tindakan pelecehan ataupun kekerasan dapat menghubungi Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) atau bisa juga melaporkan kasus mereka ke call centre Sahabat Perempuan dan Anak milik KemenPPPA, yaitu SAPA129 atau hotline Whatsapp 08211-129-129.
DAFTAR PUSTAKA
Medical News Today. 2020. What is Gaslighting? Examples and How to Respond
kemenpppa.go.id (2021, Juni 11). KEMEN PPPA : JANGAN TAKUT, LAPORKAN KASUS KEKERASAN SEKSUAL KE HOTLINE LAYANAN SAPA129!. Diakses pada 15 Januari 2022, dari https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/3231/kemen-pppa-jangan-takut-laporkan-kasus-kekerasan-seksual-ke-hotline-layanan-sapa129
mindbodygreen.com (2021, November 16). Psychologists Explain The Major Red Flag In Taylor Swift’s “All Too Well” Film. Diakses pada 15 Januari 2022, dari https://www.mindbodygreen.com/articles/gaslighting-in-the-taylor-swift-all-too-well-short-film
orami.co.id (2021, Oktober 31). Waspada Gaslighting dalam Hubungan, Tindakan Manipulasi yang Tidak Disadari. Diakses pada 15 Januari 2022, dari https://www.orami.co.id/magazine/gaslighting/