Did you know about the Roles of Hormones in Breastfeeding

Penulis: Ridwan Maulana

Air susu ibu atau yang lebih dikenal dengan ASI adalah nutrisi utama yang dapat diberikan kepada bayi. WHO merekomendasikan pemberian ASI secara eksklusif dilakukan setidaknya pada 6 bulan pertama kehidupan. Pemberian ASI menjadi penting karena dapat memenuhi kebutuhan nutrisi sang bayi. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa beberapa ibu mampu menghasilkan jumlah ASI yang lebih banyak dibandingkan ibu lainnya.

Perlu diketahui bahwa prolaktin dan oksitosin adalah dua hormon yang berperan besar dalam pengeluaran ASI. Keduanya dihasilkan di kelenjar hipofisis anterior yang dirangsang langsung oleh isapan bayi pada puting payudara ibu. Prolaktin berperan dalam menstimulasi sel-sel alveoli yang ada di kelenjar mamae untuk menghasilkan ASI, tetapi tidak berperan dalam pengeluarannya. Hormon yang berperan dalam pengeluaran ASI adalah oksitosin, hormon tersebut akan membuat sel-sel otot di sekitar alveoli kelenjar mamae berkontraksi sehingga terjadilah pengeluaran ASI dari alveoli.

Sejatinya ASI yang dihasilkan ibu akan sejalan dengan kebutuhan sang bayi. Akan tetapi, ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi ASI di antaranya

  1. Pijat Oksitosin

Sesuai dengan namanya, pijat ini dilakukan untuk menstimulasi pengeluaran oksitosin. Pijat ini dilakukan di area tulang belakang dan tulang belikat untuk mempercepat kerja saraf parasimpatis sehingga merangsang otak dalam pengeluaran oksitosin.

  1. Memastikan bayi menempelkan mulutnya dengan benar sehingga pengeluaran ASI menjadi efisien.
  2. Memberikan ASI dapat dilakukan 8 kali sehari dengan jarak waktu 2-3 jam sekali.
  3. Menyusui dengan menggunakan kedua payudara secara bergantian.
  4. Memastikan payudara dalam keadaan kosong di setiap akhir sesi pemberian ASI.
  5. Jangan biarkan ASI tidak dikeluarkan lebih dari 5 jam.
  6. Ketika bayi menyusui, ibu dapat melakukan penekanan pada area payudara sehingga ASI dapat mengalir dengan baik.
  7. Pastikan bahwa ibu banyak meminum air dan makan makanan yang bergizi.
  8. Pastikan bahwa ibu mendapatkan istirahat yang cukup.

Apabila produksi ASI masih sedikit, bisa gunakan suplemen atau obat-obatan yang dapat meningkatkan produksi ASI seperti domperidone. Namun, sebelum mengonsumsi suplemen ataupun obat-obatan tersebut, sangat dianjurkan untuk berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter. Perlu diketahui pula bahwa hal utama yang dapat meningkatkan produksi ASI adalah dengan cara menyusui atau mengeluarkan ASI lebih banyak daripada biasanya.

 

Daftar Pustaka

https://www.who.int/health-topics/breastfeeding#tab=tab_1

https://www.pregnancybirthbaby.org.au/increasing-your-breast-milk-supply

Elly Dwi Wahyuni, SST, M.Keb. Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2018.

Infant and Young Child Feeding: Model Chapter for Textbooks for Medical Students and Allied Health Professionals. Geneva: World Health Organization; 2009. SESSION 2, The physiological basis of breastfeeding. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK148970/

Di Indonesia, kanker serviks menjadi penyakit kanker pada wanita dengan jumlah penderita terbesar setelah kanker payudara. Pada tahun 2018, diperkirakan 570.000 wanita didiagnosis menderita kanker serviks di seluruh dunia dan sekitar 311.000 wanita meninggal karena penyakit tersebut. Berdasarkan data Kemkes tahun 2019, di Indonesia kanker serviks didapatkan pada 23,4 per 100.000 penduduk, dengan rata-rata kematian 13,9 per 100.000 penduduk. Kanker serviks adalah kanker yang ditemukan di mulut rahim, yaitu bagian antara vagina dan rahim. Hampir semua kasus kanker serviks (99%) terkait dengan infeksi human papillomavirus (HPV) risiko tinggi, virus yang sangat umum ditularkan melalui kontak seksual. Saat terpapar HPV, sistem kekebalan tubuh biasanya mencegah virus melakukan kerusakan. Namun, pada sebagian kecil orang, virus bertahan selama bertahun-tahun, berkontribusi pada proses yang menyebabkan beberapa sel serviks menjadi sel kanker.  

Penyakit ini bisa dicegah dengan melakukan tes skrining yaitu dengan pemeriksaan serviks, yang bertujuan untuk menemukan dan mengobati perubahan pada sel sebelum berubah menjadi kanker. Kanker serviks biasanya tumbuh sangat lambat, sehingga bila dilakukan skrining yang teratur penyakit ini bisa dicegah. Diawali dengan perubahan serviks normal menjadi lesi prakanker, Lesi prakanker pada serviks adalah perubahan pada sel serviks yang membuatnya lebih mungkin berkembang menjadi kanker.

 Pendekatan pencegahan primer (dengan vaksinasi HPV) dan pencegahan sekunder yang efektif (penyaringan/tes skrining dan pengobatan lesi prakanker) adalah bagian dari upada pencegahan kanker serviks. Di Indonesia, prevalensi dan determinan dari lesi prakanker serviks di kalangan wanita membantu untuk mengambil tindakan seperti program vaksinasi pada anak usia 12-13 tahun, meningkatkan cakupan skrining bagi semua wanita antara usia 25 dan 65 tahun, dan manajemen yang ketat dan tindak lanjut yang dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh kanker serviksIni membantu melindungi terhadap semua kanker yang disebabkan oleh HPV, serta kutil kelamin. Skrining serviks secara teratur adalah perlindungan terbaik terhadap kanker serviks. Wanita berusia 25-65 tahun dan memiliki serviks serta pernah aktif secara seksual memerlukan tes skrining serviks. Skrining kanker serviks dengan tes HPV saja atau tes HPV sekaligus Pap smear dapat dilakukan setiap 5 tahun sekali, atau tes Pap smear (sitologi) setiap 3 tahun sekali. Pada usia di atas 65 tahun dengan hasil skrining sebelumnya normal tidak perlu lagi melakukan tes skrining.

Referensi:

– The American College of Obstetrician ang Gynecologist Update Cervical Cancer Screening Guideline 2021
– WHO Guideline for screening and treatment of cervical pre cancer lesions for cervical cancer prevention 2021

Artikel dibuat oleh: dr. Hartatiek Nila Karmila, Sp.OG

SHARE

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on email

READ ALSO