SCORA Trivia: Gender-Based Cyberbullying

Cover Trivia

Penulis: Tiffany Tarunasastra (PETRA SCORA 2021 CIMSA UGM), Faridi Pani (PETRA SCORA 2021 CIMSA FK UNILA)

Pandemi COVID-19 yang berlangsung terus menerus, membuat semakin banyak orang terpaksa tinggal di dalam rumah dan menjalankan segala aktivitasnya dalam bentuk online. Peralihan situasi dari offline menjadi online membawa dampak yang tak hanya menguntungkan, namun juga merugikan bagi sebagian orang. Salah satu dampak merugikan yang dapat kita rasakan ialah dengan maraknya kejadian cyber bullying di sekitar kita.

Apa itu cyber bullying? Cyber bullying pada dasarnya adalah perundungan di dalam dunia maya yang melibatkan penggunaan teknologi digital seperti instant messaging, ponsel, game online dan media sosial oleh individu atau kelompok yang bertujuan untuk berbuat jahat kepada orang lain. Cyber bullying adalah tindakan yang dilakukan secara sengaja dan berulang-ulang, yang dapat berujung menyebabkan para korban menderita secara emosional. 

Lalu, apa sih yang disebut sebagai Gender-based Cyberbullying

Gender-based cyberbullying merupakan perundungan yang dilakukan melalui dunia maya yang ditujukan kepada seorang individu berdasarkan jenis kelaminnya dengan tujuan merendahkan kehormatan, mengganggu keamanan, mengganggu otonomi korban, dan menyebabkan perasaan tidak nyaman.

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Sartana dan Nelia Afriyeni pada tahun 2017, didapatkan hasil bahwa perempuan lebih cenderung lebih rentan terhadap cyber bullying dibandingkan laki-laki (58% korban adalah perempuan dan 44% adalah laki-laki).

Nah, sebenarnya contoh gender-based cyberbullying itu seperti apa, sih? 

Jawabannya bisa berbeda-berbeda, tetapi pada umumnya ia bersifat negatif dan bertujuan untuk menyakiti korban. Misalnya, ada yang berkomentar di selfie instagram seorang perempuan: “Beda banget sih muka sama leher kamu yah.. lehernya item, terus mukanya putih.. dasar muka operasi plastik!” Adapun yang berkomentar di foto perempuan lain: “Mukanya tua bgt sih jadi kayak emak emak. Eh tapikan emg mukanya tua, haha”.

Apakah kamu tahu? Komentar-komentar tersebut sebenarnya hanya merupakan satu jenis cyberbullying. Cyberbullying sendiri sebenarnya ada 7 jenis: Flaming, online harassment, cyberstalking, denigration, masquerading, trickery and outing, dan exclusion. Flaming terjadi ketika perundung mengirim pesan-pesan yang bersifat vulgar atau kasar dan berisi kemarahan kepada korban, baik secara pribadi maupun publik. Online harassment (pelecehan online) adalah tindakan mengirim pesan-pesan secara berulang-ulang yang bertujuan untuk menghina korban. Cyberstalking mengacu pada penggunaan internet untuk menguntit seseorang. Korban bisa saja menerima pesan-pesan yang tidak diinginkan secara terus-menerus yang bersifat mengancam dan bertujuan untuk mengintimidasi dan mengendalikan target. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika korban cyberstalking biasanya mengalami rasa ketakutan yang besar dan depresi. Denigration merupakan istilah untuk penyebaran informasi bersifat memfitnah tentang seseorang melalui internet. Akibatnya, korban mendapatkan reputasi yang buruk dan nama baiknya tercemar. Masquerading adalah tindakan berpura-pura menjadi orang lain untuk mengirim atau memposting informasi buruk tanpa ketahuan. Misalnya, si perundung bisa membuat akun palsu di Instagram untuk menyebarkan kebencian. Trickery and outing terjadi ketika cyberbully menipu seseorang untuk memberikan informasi yang sensitif dan pribadi, dan kemudian memposting atau menyebarkan informasi tersebut secara online. Exclusion adalah tindakan meninggalkan individu dari percakapan online secara sengaja.

Cyberbullying tidak sekadar “menyakiti” perasaan korban, namun kerusakannya berjalan lebih dalam. Cyberbullying dapat menyebabkan korban mengalami masalah psikologis seperti depresi, harga diri yang rendah, fobia sekolah, kecemasan sosial dan kesepian. Selain itu, masalah kesehatan mental ini juga dapat menyebabkan berbagai masalah perilaku seperti konsumsi alkohol yang berlebihan dan penyalahgunaan narkoba. Korban juga mengalami tekanan emosional hebat yang mengakibatkan mereka sulit untuk berkonsentrasi, sehingga berdampak buruk pada akademik mereka. Selanjutnya, cyberbullying juga dapat menyebabkan ketegangan keluarga serta menimbulkan pikiran bunuh diri dari korban.

Lalu, jika kita melihat orang lain diperlakukan seperti itu, apa yang harus kita lakukan?

  • Tenangkan orang yang menjadi korban cyberbullying dan tawarkan dukungan dan bantuan agar mereka tidak merasa sendirian, mencoba menghibur mereka, memberikan saran praktis
  • Dukung orang yang menjadi korban cyberbullying dengan menunjukkan rasa empati dan mendengarkan masalahnya namun hindari untuk memperburuk keadaan dengan bertengkar, merencanakan balas dendam, bersikap kejam, atau melakukan kekerasan.
  • Bantu mereka untuk memblokir atau melakukan privasi akun agar terhindar dari ancaman atau pesan berbahaya
  • Apabila kejadian sudah tidak bisa ditangani, bantu korban untuk dapat melaporkan kejadian tersebut


Jika kita yang mengalami cyberbullying, kita harus bagaimana?

  • Mencari bantuan dari seseorang yang kamu percaya seperti orang tua, anggota
    keluarga terdekat atau orang dewasa terpercaya lainnya.
  • Memblokir akun pelaku dan melaporkan perilaku mereka di media sosial itu sendiri.
  • Jika aksi cyberbullying terus berlangsung laporkan kepada pihak berwajib


Bagaimana masyarakat atau orang lain bisa mengurangi kejadian cyberbullying?

  • Setting social media menjadi private account.
  • Lindungi identitas.
  • Hindari posting konten yang aneh
  • Saring sebelum sharing


Bagaimana kita menghindari
cyberbullying terjadi pada diri kita sendiri?

  • Kontrol diri, yaitu dengan memilah, memilih, dan mempertimbangkan sebelum melakukan tindakan apapun.
  • Menghormati Orang lain, yaitu dengan memperlakukan orang lain dengan baik sebagaimana kita ingin orang lain memperlakukan kita.
  • Kebaikan Hati, yaitu dengan menunjukkan kepedulian terhadap kesejahteraan dan perasaan orang lain.
  • Toleransi, yaitu dengan menghargai perbedaan, pandangan dan keyakinan baru, serta menghargai orang lain tanpa membedakan suku, gender, penampilan, budaya, dan kepercayaan


DAFTAR PUSTAKA

  1. Asia Quest Indonesia. 2020. Cyberbullying Kian marak, ini dia 4 cara mencegahnya!
  2. Badan Siber dan Sandi Negara. 2020. Cara mengatasi cyberbullying.
  3. Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. 2020. Pencegahan Cyberbullying.
    Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia. 2020. Stop Cyberbullying! Ciptakan ruang daring yang aman bagi anak di masa pandemi covid-19
  4. Okik Adishya Banu Wirdaya, dkk. 2017.  Gambaran Cyberbullying pada remaja pengguna sosial di sma negeri 1 dan sma negeri 2 unggara. Jurnal psikologi ilmiah. 9(1). 86-92.
  5. UNICEF. 2020. Cyberbullying : Apa itu dan bagaimana menghentikannya.

Di Indonesia, kanker serviks menjadi penyakit kanker pada wanita dengan jumlah penderita terbesar setelah kanker payudara. Pada tahun 2018, diperkirakan 570.000 wanita didiagnosis menderita kanker serviks di seluruh dunia dan sekitar 311.000 wanita meninggal karena penyakit tersebut. Berdasarkan data Kemkes tahun 2019, di Indonesia kanker serviks didapatkan pada 23,4 per 100.000 penduduk, dengan rata-rata kematian 13,9 per 100.000 penduduk. Kanker serviks adalah kanker yang ditemukan di mulut rahim, yaitu bagian antara vagina dan rahim. Hampir semua kasus kanker serviks (99%) terkait dengan infeksi human papillomavirus (HPV) risiko tinggi, virus yang sangat umum ditularkan melalui kontak seksual. Saat terpapar HPV, sistem kekebalan tubuh biasanya mencegah virus melakukan kerusakan. Namun, pada sebagian kecil orang, virus bertahan selama bertahun-tahun, berkontribusi pada proses yang menyebabkan beberapa sel serviks menjadi sel kanker.  

Penyakit ini bisa dicegah dengan melakukan tes skrining yaitu dengan pemeriksaan serviks, yang bertujuan untuk menemukan dan mengobati perubahan pada sel sebelum berubah menjadi kanker. Kanker serviks biasanya tumbuh sangat lambat, sehingga bila dilakukan skrining yang teratur penyakit ini bisa dicegah. Diawali dengan perubahan serviks normal menjadi lesi prakanker, Lesi prakanker pada serviks adalah perubahan pada sel serviks yang membuatnya lebih mungkin berkembang menjadi kanker.

 Pendekatan pencegahan primer (dengan vaksinasi HPV) dan pencegahan sekunder yang efektif (penyaringan/tes skrining dan pengobatan lesi prakanker) adalah bagian dari upada pencegahan kanker serviks. Di Indonesia, prevalensi dan determinan dari lesi prakanker serviks di kalangan wanita membantu untuk mengambil tindakan seperti program vaksinasi pada anak usia 12-13 tahun, meningkatkan cakupan skrining bagi semua wanita antara usia 25 dan 65 tahun, dan manajemen yang ketat dan tindak lanjut yang dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh kanker serviksIni membantu melindungi terhadap semua kanker yang disebabkan oleh HPV, serta kutil kelamin. Skrining serviks secara teratur adalah perlindungan terbaik terhadap kanker serviks. Wanita berusia 25-65 tahun dan memiliki serviks serta pernah aktif secara seksual memerlukan tes skrining serviks. Skrining kanker serviks dengan tes HPV saja atau tes HPV sekaligus Pap smear dapat dilakukan setiap 5 tahun sekali, atau tes Pap smear (sitologi) setiap 3 tahun sekali. Pada usia di atas 65 tahun dengan hasil skrining sebelumnya normal tidak perlu lagi melakukan tes skrining.

Referensi:

– The American College of Obstetrician ang Gynecologist Update Cervical Cancer Screening Guideline 2021
– WHO Guideline for screening and treatment of cervical pre cancer lesions for cervical cancer prevention 2021

Artikel dibuat oleh: dr. Hartatiek Nila Karmila, Sp.OG

SHARE

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on email

READ ALSO