World Breastfeeding Week 2020 – Menyusui, Teknik, serta Dampaknya

By Radya Putra Pratama – CIMSA Unsoed ; PETRA from NPEW 2019

Menyusui merupakan suatu proses fisiologis untuk memberikan nutrisi kepada bayi dengan optimal. Air Susu Ibu (ASI) merupakan nutrisi ideal untuk menunjang kesehatan, pertumbuhan, maupun perkembangan bayi. Nutrisi pada ASI sangat lengkap karena mengandung lemak, karbohidrat, protein serta air dalam jumlah yang cukup. Kandungan nutrisi tersebut menyebabkan ASI tidak dapat disamakan oleh susu formula serta makanan apapun.

Menyusui tidak hanya memberikan kandungan ASI yang bernilai tinggi untuk kesehatan bayi, tetapi juga menciptakan ikatan emosional kuat antara ibu dan bayi. Kondisi tersebut tentu saja dapat dicapai jika ibu melakukan teknik menyusui secara benar dan sesuai. Walaupun menyusui merupakan suatu proses alamiah, namun tidak selalu mudah sehingga perlu pengetahuan dan latihan yang tepat. Teknik menyusui yang benar meliputi cara menyusui maupun posisi serta perlekatan ibu dan bayi dengan benar.

Berikut adalah cara menyusui dengan benar :

  1. Cuci tangan sebelum menyusui.
  2. Menyusui dengan posisi serta perlekatan yang benar agar proses menyusui menjadi efektif.
  3. Menyusui minimal 8 kali dalam 24 jam, karena bayi biasanya menyusu setiap 2-3 jam.
  4. Menyusui kanan-kiri secara bergantian. Jangan berpindah ke sisi lain sebelum satu sisi payudara dikosongkan.

Berikut adalah posisi menyusui yang benar :

  1. Ibu duduk dengan santai dan kaki tidak boleh menggantung. Jika ibu menyusui sambil berbaring, pastikan hidung bayi tidak tertutup.
  2. Letakkan kepala bayi pada sepertiga atas lengan bawah di sisi payudara yang sama.
  3. Bayi berbaring miring menghadap ibu sehingga perut bayi menempel pada tubuh ibu.
  4. Tubuh bayi (telinga, bahu, dan panggul) berada dalam 1 garis lurus.
  5. Mulut bayi berada di depan puting ibu.
  6. Sangga seluruh tubuh bayi dengan baik, dapat dilakukan dengan 1 lengan sedangkan lengan lainnya memegang payudara. Jika bayi berukuran besar dapat dilakukan dengan 2 lengan. Dapat juga menggunakan bantal yang diletakkan di pangkuan.
  7. Dekatkan bayi ke payudara, bukan mendekatkan payudara ke bayi. Kemudian, rangsang bayi dengan menyentuhkan putting pada bibir bayi agar bayi mau membuka mulutnya.
  8. Setelah mulutnya terbuka, masukkan payudara sebanyak mungkin ke mulut bayi sehingga semakin banyak saluran ASI yang masuk ke mulut bayi.

Beberapa tanda yang menunjukkan bahwa bayi telah melekat dengan baik saat menyusui antara lain :

  1. Dagu bayi menempel pada payudara ibu.
  2. Mulut bayi terbuka lebar.
  3. Sebagian besar areola terutama bagian bawah masuk ke mulut bayi.
  4. Bibir bayi terlipat keluar.
  5. Pipi bayi terlihat menggembung dan ibu tidak merasa nyeri.
  6. Tidak terdengar bunyi berdecak pada saat menyusui. Yang ada hanyalah bunyi menelan.

Menyusui dengan teknik yang salah dapat menimbulkan beberapa masalah terutama pada payudara ibu. Hal ini tentu saja akan berpengaruh terhadap produksi serta pengeluaran ASI sehingga dapat berdampak pada kebutuhan ASI bayi yang tidak tercukupi. Beberapa kelainan akibat teknik menyusui yang salah antara lain :

  1. Cracked Nipple
    Cracked nipple merupakan masalah yang paling sering dialami oleh ibu menyusui. Kondisi ini ditandai dengan puting yang mengalami cedera karena lecet, kadang kulitnya sampai terkelupas atau berdarah. Penyebab dari cracked nipple antara lain bayi menyusu tidak sampai ke areola mammae karena perlekatan yang kurang, puting susu terpapar oleh bahan-bahan seperti sabun, infeksi pada mulut bayi, serta teknik ibu menghentikan bayi menyusui yang kurang tepat.
  2. Engorgement
    Bendungan ASI (Engorgement) terjadi karena penyempitan duktus laktiferi atau oleh kelenjar-kelenjar yang tidak dikosongkan dengan sempurna. Kondisi ini perlu dibedakan dengan payudara penuh karena pada engorgement, tanda-tanda yang dapat dirasakan antara lain payudara bengkak, nyeri, serta jika diisap ASI tidak keluar. Hal ini dapat terjadi karena produksi ASI meningkat, terlambat menyusukan dini, perlekatan yang kurang baik, serta kurang sering ASI dikeluarkan,
  3. Mastitis
    Mastitis adalah peradangan pada payudara, ditandai dengan payudara menjadi merah, bengkak, kadang diikuti rasa nyeri dan panas, serta peningkatan suhu tubuh. Beberapa penyebab mastitis antara lain putting susu lecet yang memudahkan mikroorganisme masuk, proses pengosongan payudara yang tidak tuntas sehingga menyebabkan stasis pada duktus laktiferi, serta kelelahan yang berdampak pada penurunan daya tahan tubuh ibu. Kurang lebih 3% dari kejadian mastitis dapat berlanjut menjadi abses payudara.
  4. Abses Payudara
    Abses payudara merupakan komplikasi dari mastitis, ditandai dengan payudara lebih merah mengkilat, ibu merasa lebih sakit, dan terdapat benjolan lunak karena berisi nanah. Jika sudah terjadi abses pada payudara maka ibu tidak dapat menyusui bayinya. Hal ini menyebabkan bayi tidak lagi mendapatkan ASI secara eksklusif.

Referensi

  1. Erliningsih, Dessy, A., Putri, M., Yuliarta, R. 2018. Hubungan Antara Teknik dan Interval Menyusui dengan Kejadian Mastitis di Poliklinik Kebidanan dan Kandungan Rumah Sakit Ibnu Sina Bukittinggi Tahun 2017. Afiyah. 5 (1) : 25-29
  2. Evayanti, A. 2019. Teknik Menyusui yang Baik Dalam Menurunkan Kejadian Cracked Nipple. Jurnal SMART. 5 (2) : 37-42
  3. Indahsari, M. N., Chotimah, C. 2017. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas dengan Kejdian Bendungan ASI di RB Suko Asih Sukoharjo. Indonesian Journal on Medical Science. 4 (2) : 183-188
  4. Irana, S. 2017. Cara dan Posisi Menyusui Bayi [Online]. http://yankes.kemkes.go.id/read-cara-dan-posisi-menyusui-bayi-2720.html (Diakses 26 Juli 2020)
  5. Meihartati, T. 2017. Hubungan Antara Perawatan Payudara dengan Kejadian Bendungan ASI (Engorgement) pada Ibu Nifas. Jurnal Kebidanan dan Keperawatan. 13 (1) : 19-24
  6. Rinata, E., Iflahah, D. 2015. Teknik Menyusui yang Benar Ditinjau Dari Usia Ibu, Paritas, Usia Gestasi, dan Berat Badan Lahir di RSUD Sidoarjo. Midwiferia. 1 (1) : 51-59
  7. Satgas ASI Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2013. Bagaimana Menyusui dengan Benar? [Online]. https://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/bagaimana-menyusui-dengan-benar (Diakses 26 Juli 2020)
  8. Suradi, R. 2013. Posisi dan Perlekatan Menyusui dan Menyusu yang Benar [Online}. https://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/posisi-dan-perlekatan-menyusui-dan-menyusu-yang-benar (Diakses 26 Juli 2020)
  9. Tiruye, G., Mesfin, F., Geda, B., Shiferaw, K. 2018. Breastfeeding Technique and Associated Factors among Breastfeeding Mothers in Harar City, Eastern Ethiopia. International Breastfeeding Journal. 13 (5) : 1-9
  10. Tristanti, I., Nasriyah. 2019. Mastitis (Literature Review). Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan. 10 (2) : 330-337

Di Indonesia, kanker serviks menjadi penyakit kanker pada wanita dengan jumlah penderita terbesar setelah kanker payudara. Pada tahun 2018, diperkirakan 570.000 wanita didiagnosis menderita kanker serviks di seluruh dunia dan sekitar 311.000 wanita meninggal karena penyakit tersebut. Berdasarkan data Kemkes tahun 2019, di Indonesia kanker serviks didapatkan pada 23,4 per 100.000 penduduk, dengan rata-rata kematian 13,9 per 100.000 penduduk. Kanker serviks adalah kanker yang ditemukan di mulut rahim, yaitu bagian antara vagina dan rahim. Hampir semua kasus kanker serviks (99%) terkait dengan infeksi human papillomavirus (HPV) risiko tinggi, virus yang sangat umum ditularkan melalui kontak seksual. Saat terpapar HPV, sistem kekebalan tubuh biasanya mencegah virus melakukan kerusakan. Namun, pada sebagian kecil orang, virus bertahan selama bertahun-tahun, berkontribusi pada proses yang menyebabkan beberapa sel serviks menjadi sel kanker.  

Penyakit ini bisa dicegah dengan melakukan tes skrining yaitu dengan pemeriksaan serviks, yang bertujuan untuk menemukan dan mengobati perubahan pada sel sebelum berubah menjadi kanker. Kanker serviks biasanya tumbuh sangat lambat, sehingga bila dilakukan skrining yang teratur penyakit ini bisa dicegah. Diawali dengan perubahan serviks normal menjadi lesi prakanker, Lesi prakanker pada serviks adalah perubahan pada sel serviks yang membuatnya lebih mungkin berkembang menjadi kanker.

 Pendekatan pencegahan primer (dengan vaksinasi HPV) dan pencegahan sekunder yang efektif (penyaringan/tes skrining dan pengobatan lesi prakanker) adalah bagian dari upada pencegahan kanker serviks. Di Indonesia, prevalensi dan determinan dari lesi prakanker serviks di kalangan wanita membantu untuk mengambil tindakan seperti program vaksinasi pada anak usia 12-13 tahun, meningkatkan cakupan skrining bagi semua wanita antara usia 25 dan 65 tahun, dan manajemen yang ketat dan tindak lanjut yang dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh kanker serviksIni membantu melindungi terhadap semua kanker yang disebabkan oleh HPV, serta kutil kelamin. Skrining serviks secara teratur adalah perlindungan terbaik terhadap kanker serviks. Wanita berusia 25-65 tahun dan memiliki serviks serta pernah aktif secara seksual memerlukan tes skrining serviks. Skrining kanker serviks dengan tes HPV saja atau tes HPV sekaligus Pap smear dapat dilakukan setiap 5 tahun sekali, atau tes Pap smear (sitologi) setiap 3 tahun sekali. Pada usia di atas 65 tahun dengan hasil skrining sebelumnya normal tidak perlu lagi melakukan tes skrining.

Referensi:

– The American College of Obstetrician ang Gynecologist Update Cervical Cancer Screening Guideline 2021
– WHO Guideline for screening and treatment of cervical pre cancer lesions for cervical cancer prevention 2021

Artikel dibuat oleh: dr. Hartatiek Nila Karmila, Sp.OG

SHARE

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on email

READ ALSO